Pangandaran, 86News.co – Terkait pemutusan hubungan kerja pegawai honorer di Sekretariat DPRD Kapubaten Pangandaran, membuat Wakil Ketua DPRD Jalaludin Kecewa dan angkat bicara.
Jalaludin Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB mengungkapkan keputusan kepala Daerah tentang pemutusan kerja tenaga honorer terutama yang terjadi di sekretariat DPRD syarat dengan muatan politik, mereka yang telah mengabdi bertahun-tahun dengan alasan perampingan tenaga honorer di bentikan dengan tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.
Apabila di teliti lebih dalam dari tujuh orang yang di phk ternyata 6 orang yang bertugas mendampingi fraksi PKB dan Fraksi Golkar. Tugas mereka ada yang menjadi staf fraksi, ajudan pimpinan, sekpri dan draifer.
“Dalam hal ini diduga adanya Indikasi jelas efek dari sikap dukung mendukung pada pilkada 2020 yang lalu,”tegas Jalaludin, saat dikonfirmasi di ruang Fraksi PKB, Jumat (30/04/2021)
Menurut saya ini tindakan pendzoliman terhadap orang yang telah berjasa kepada pemda pangandaran, walaupun mereka kerja mendampingi kami mereka profesional menjalan tugas jangan kemudian resiko dari sikap politik kami ditimpakan kpd mereka, ini tidak pair dan memperlihat sikap pemimpin yang tidak bijak.
“Kalaupun prosesnya dilaksanakan oleh tim, kami tetap menuntut pemerintah untuk menjelaskan parameter yang di pake dalam mentukan si A) sebagai tenaga honor layak untuk di pertahankan dan si B) sebagai tenaga honor yang terpaksa harus di phk,”ujar Politisi PKB ini
Jalaludin juga mengatakan masyarakat harus mengawasi pelaksanaan program perampingan tenaga honor di dinas-dinas dan di intasi lainnya jangan jangan kondisinya sama dengan yang terjadi di sekretariat DPRD, karena kalau ini terjadi ini bener-bener tindakan tidak manusiawi.
“Pangandaran ini milik rakyat pangandaran bukan milik segelitir orang, urusan sikap mendukung atau tidak mendukung ini hak demokrasi rakyat. Mendukung atau tidak mendukung tetap mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai rakyat kab. Pangandaran,”terangnya
Kami dari 2 Fraksi menganggap keputusan pimpinan daerah tersebut sangat diluar nalar, untuk apa adanya ujian dan test yang menggunakan anggaran negara namun hasilnya tetap mereka yang berdinas di 2 fraksi menjadi korban.
“Dalam hal ini sistem seleksi bukan menjadi patokan dan harus adanya perlakuan normatif terhadap pekerja yang melekat dengan Fraksi PKB dan Golkar,”ujarnya
Maka dari itu kami menganggap mereka ini menjadi korban di fraksi yang merupakan rival dalam pilkada 2020.
“Walaupun pemerintah daerah dalam hal ini memiliki kewenangan namun kami anggap ini sangat perlu pertimbangan jangan sampai menzolimi tanpa peri kemanusiaan,”tandas Jalal (Red)