Bandung, 86News.co – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat penurunan signifikan pada jumlah penduduk miskin di wilayah ini. Pada September 2024, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 180.000 orang, dari 3,85 juta jiwa pada Maret 2024 menjadi 3,67 juta jiwa.
Persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan, dari 7,68 persen menjadi 7,30 persen.
Faktor-Faktor Penurunan Kemiskinan
Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Jawa Barat antara lain:
Inflasi yang Terkendali:
Inflasi Jawa Barat selama periode ini berada dalam kendali yang baik, sehingga daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah, tetap terjaga.
Pertumbuhan Ekonomi yang Positif:
Perekonomian Jawa Barat pada kuartal III 2024 tumbuh sebesar 2,59 persen (year-on-year). Sektor-sektor seperti manufaktur, perdagangan, dan pariwisata menunjukkan peningkatan yang signifikan, membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Penurunan Tingkat Pengangguran:
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat turun sebesar 0,16 persen selama periode ini. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat yang mendapatkan pekerjaan, baik di sektor formal maupun informal.
Bantuan Sosial Pemerintah:
Program bantuan sosial seperti bantuan pangan, subsidi energi, dan Program Keluarga Harapan (PKH) terbukti efektif dalam membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Kenaikan Garis Kemiskinan
Sementara itu, garis kemiskinan (yang mencerminkan batas pendapatan minimum untuk memenuhi kebutuhan pokok) mengalami kenaikan sebesar 2,19 persen dari Rp.524.021 per kapita per bulan pada Maret 2024 menjadi Rp.535.509 per kapita per bulan pada September 2024. Kenaikan ini dipengaruhi oleh meningkatnya harga kebutuhan pokok, terutama makanan.
Kontribusi Komoditas terhadap Garis Kemiskinan
Komoditas makanan tetap menjadi komponen utama dalam garis kemiskinan. Beras, rokok kretek filter, dan daging ayam ras menjadi tiga komoditas terbesar yang menyumbang terhadap pengeluaran rumah tangga miskin, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Untuk komoditas non-makanan, biaya perumahan, listrik, dan pendidikan memiliki kontribusi signifikan terhadap pengeluaran.
Perkotaan vs. Perdesaan
Penurunan angka kemiskinan lebih besar terjadi di wilayah perkotaan dibandingkan di perdesaan.
Perkotaan: Penurunan sebesar 0,42 persen, dari 6,99 persen menjadi 6,57 persen.
Perdesaan: Penurunan sebesar 0,22 persen, dari 8,73 persen menjadi 8,51 persen.
Meskipun demikian, tantangan kemiskinan di perdesaan cenderung lebih kompleks karena keterbatasan akses terhadap layanan publik, infrastruktur, dan peluang ekonomi dibandingkan di perkotaan.
Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
BPS juga mencatat perbaikan pada indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1): Menurun dari 1,20 menjadi 1,11, menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran masyarakat miskin semakin mendekati garis kemiskinan.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2): Turun dari 0,28 menjadi 0,24, yang mencerminkan berkurangnya ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Ketimpangan Pendapatan Tetap Menjadi Tantangan
Meskipun ada perbaikan dalam angka kemiskinan, ketimpangan pendapatan tetap menjadi perhatian utama. Gini ratio Jawa Barat pada September 2024 tercatat sebesar 0,428. Ketimpangan lebih tinggi di perkotaan (0,433) dibandingkan perdesaan (0,362), yang mencerminkan kesenjangan distribusi pendapatan yang lebih tajam di wilayah perkotaan.
Kemiskinan Masih Lebih Tinggi Dibandingkan Sebelum Pandemi
Perlu dicatat bahwa meskipun angka kemiskinan mencapai level terendah sejak Maret 2020, persentase ini masih lebih tinggi dibandingkan situasi sebelum pandemi COVID-19 pada September 2019. Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi masih memerlukan upaya berkelanjutan untuk mencapai kondisi pra-pandemi.
Peran Strategis Family Office dari Penasihat Keuangan dalam Ekonomi Lokal
Penasihat keuangan dengan struktur family office tidak hanya melayani kepentingan keluarga kaya, tetapi juga memainkan peran strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi lokal.
Fokus pada Pendidikan dan Kesejahteraan
Melalui bantuan dari kantor keluarga, banyak inisiatif seperti pembangunan sekolah, beasiswa untuk siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu, serta pelatihan keahlian khusus bagi kaum muda telah membantu masyarakat mengangkat diri mereka dari kemiskinan.
Kemitraan dengan UMKM, Banyak financial advisor membantu kantor keluarga menjalin kemitraan dengan usaha kecil dan menengah (UMKM). Hal ini menciptakan ekosistem ekonomi yang saling mendukung antara investor dan masyarakat.
Penurunan Ketimpangan, Melalui pendekatan yang terencana, kantor keluarga mampu menyasar wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan melakukan investasi sosial yang berkelanjutan.
Penurunan angka kemiskinan di Jawa Barat merupakan bukti efektivitas berbagai kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, tantangan seperti ketimpangan pendapatan dan akses terhadap peluang ekonomi di perdesaan perlu terus diatasi untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan yang berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan penasihat keuangan akan menjadi kunci untuk mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera. (Red)