PANDEGLANG, 86NEWS.CO– Warga di sekitar kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Labuan, Kabupaten Pandeglang, mengeluhkan pencemaran laut, yang memicu adanya dugaan kerusakan ekosistem pesisir, hingga adanya penurunan secara drastis hasil tangkapan ikan para nelayan.
Keluhan itu disampaikan langsung, kepada Bengkel Bahari, saat Komunitas yang fokus bergerak dibidang Lingkungan Hidup itu, melakukan riset terkait dampak operasional PLTU 2 Labuan, terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Hasil temuan Bengkel Bahari keluhan warga di kawasan itu, memperlihatkan bukan lagi sekadar dugaan, tetapi terdapat pola persoalan lingkungan yang konsisten sejak PLTU mulai beroperasi.
Iman (52), warga Desa Margagiri, mengaku telah bertahun-tahun merasakan paparan debu batu bara serta munculnya tanah timbul yang diduga berasal dari pembuangan air limbah pembakaran batu bara ke laut.
“Abrasi, vila-vila rusak, garis pantai hilang. Tanah timbul itu muncul akibat pembuangan air hasil pembakaran ke laut,” kata Iman.
Di beberapa titik, warga juga memperlihatkan lapisan debu hitam yang menempel pada pepohonan di sekitar permukiman.
Tim riset Bengkel Bahari yang turun ke pesisir juga menemukan indikasi perubahan kualitas air laut dan dugaan pencemaran yang berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan.
Koordinator Eksekutif Bengkel Bahari, M. Aris Pradana, menjelaskan bahwa aliran limbah sisa pembakaran batu bara ke laut diduga memicu sedimentasi yang mempercepat kerusakan terumbu karang dan memusnahkan habitat ikan.
“Keberadaan PLTU 2 Labuan berdampak langsung pada nelayan dan pelaku usaha pariwisata. Banyak nelayan mengeluh karena hasil tangkapan berkurang, sehingga harus melaut lebih jauh, yang tentu menambah biaya operasional,” ujar Aris, Minggun(16/11) kepada wartawan.
Menurut Aris, warga juga melaporkan perubahan warna air laut, tanaman, dan air sungai, fenomena yang warga sekitar klaim tidak pernah terjadi sebelum PLTU 2 Labuan beroperasi.
Lebih jauh, Airs menilai bahwa, tidak ada mekanisme pelibatan warga dalam audit lingkungan, sementara laporan berkala dari pihak PLTU tidak pernah dipublikasikan secara terbuka.
“Transparansi adalah pintu pertama untuk mencegah pencemaran, dan di sini pintunya tertutup rapat,” tegas Aris.
Bengkel Bahari mendesak Pemerintah Kabupaten Pandeglang dan Pemerintah Provinsi Banten untuk segera melakukan audit lingkungan secara komprehensif serta mengevaluasi seluruh pengelolaan limbah PLTU 2 Labuan.
“Ini bukan sekadar keluhan, ini data lapangan. Pemerintah dan perusahaan wajib turun tangan sebelum kerusakan menjadi permanen,” terangnya.
Sampai berita ini diturunkan, Humas PLTU 2 Labuan, masih enggan memberikan komentar, saat dikonfirmasi wartawan. Demi keberimbangan berita, wartawan masih menunggu konfirmasi dari pihak PLTU 2 Labuan.
Demi keberimbangan pemberitaan, wartawan masih menunggu konfirmasi dari pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten, untuk dimintai keterangan. (Haji Merah)











