DLHK Banten Tolak Uji Sampel Pencemaran PLTU 2 Labuan, Bengkel Bahari: Pengawasan Kacau

Aktivitas Operasional PLTU 2 Labuan

banner 468x60

SERANG, 86NEWS.CO– Komunitas Bengkel Bahari menyoroti lemahnya pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten terhadap adanya potensi kontribusi dari aktivitas operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Labuan, yang berdampak pada abrasi pantai, tanah timbul, serta pencemaran air laut yang semakin meluas di kawasan pesisir Kabupaten Pandeglang.

Temuan tersebut dipaparkan Bengkel Bahari dalam audiensi resmi bersama DLHK Provinsi Banten dan perwakilan PLTU 2 Labuan di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Jumat (21/11). Dalam forum itu, mahasiswa menyerahkan sampel air dan pasir dari lokasi terdampak untuk dianalisis sebagai langkah verifikasi ilmiah atas dugaan pencemaran.

banner 336x280

Koordinator Bengkel Bahari, Moch. Aris Pradana, menegaskan bahwa DLHK seharusnya mengambil langkah tegas untuk memastikan seluruh limbah batu bara PLTU dikelola sesuai standar lingkungan, mulai dari pengendalian emisi, pengelolaan abu pembakaran, hingga pembuangan air hasil proses operasional.

“Jika limbah dan emisi tidak ditangani dengan benar, pencemaran udara dan air itu pasti terjadi. Dan masyarakat sekitar yang paling merasakan dampaknya,” kata Aris, saat dimintai keterangan wartawan, usai Audiensi dengan DLHK Provinsi Banten, di KP3B.

Aris mengatakan, abrasi berpotensi mengancam kawasan pesisir dan pariwisata, sementara fenomena tanah timbul yang makin meluas diduga kuat dipicu perubahan karakteristik perairan akibat pembuangan air panas dari PLTU.

Namun, Aris menambahkan, upaya kami untuk melakukan verifikasi ilmiah justru terhambat karena DLHK Provinsi Banten menolak mengambil dan memeriksa sampel yang sudah dibawa Bengkel Bahari.

“Sampel sudah kami siapkan lengkap. Tapi DLHK menolak dengan alasan tidak punya alat. Ini menunjukkan persoalan serius dalam sistem pengawasan lingkungan di Banten,” kata Aris.

Kepala Seksi (Kasi) Penegakan Hukum (Gakkum) DLHK Banten, Arif, mengakui bahwa instansinya saat ini tidak memiliki perangkat laboratorium yang memadai untuk melakukan pengecekan sampel.

“Untuk cek laboratorium, kita punya mekanisme, dan di DLHK ini belum ada alatnya. Jadi itu harus Kementerian,” kata Arif.

Menanggapi hal tersebut, Bengkel Bahari menilai sangat janggal bila lembaga yang bertugas mengawasi lingkungan dan kehutanan justru tidak memiliki sarana dasar untuk memastikan adanya pelanggaran atau tidak.

“Kalau DLHK saja tidak punya alat, bagaimana pengawasan bisa berjalan? Mereka bilang melakukan pengawasan, tapi tidak bisa memeriksa sampel. Ini kan membingungkan,” tegas Aris.

Ia menyebut penolakan DLHK Provinsi Banten dapat memperlambat proses klarifikasi dugaan pencemaran dan menghambat pemenuhan keadilan ekologis bagi masyarakat pesisir yang terdampak langsung oleh aktivitas operasional PLTU 2 Labuan, yang terdiri di 4 desa penyangga. (Haji Merah)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *