86NEWS.CO – Jihad atau berjihad secara bahasa adalah berjuang yang dikenal dalam istilah pergerakan dengan perjuangan dalam menegakkan kebenaran. Dalam pengertian ini keberanan diperjuangkan secara “straight” dengan daya upaya sebaik mungkin.
Maka jihad di sini tidak sesempit persepsi untuk melakukan perlawanan sebagaimana perjuangan rakyat Palestina, atau perjuangan hidup dan mati orang Rohingya dalam mengarungi luasnya samudera Hindia setelah terusir dari kampung halamannya.
Ikrom artinya memuliakan: versus Ikrom dimaksudkan adalah sikap memuliakan baik dalam rangka mempertantangkannya atau menegasikan jihad maupun memaknai jihad dalam arti lebih sempurna dalam kehidupan budaya. Versus Ikrom adalah sikap memuliakan dengan memberikan kesempatan mulia kepada lawan sebagai bentuk lanjutan jihad dalam suatu peradaban. Versus Ikrom adalah bentuk memperlawankan jihad dengan bentuk perjuangan dalam kehidupan berperadaban.
Kedua sikap ini sebenarnya bisa dipahami oleh setiap orang bahkan pihak yang memusuhi sekali pun. Pihak terakhir ini biasa memiliki alasan personal dan makanya dibangun di atas pandangan yang tidak kokoh. Secara bukti nyata, kondisi ini dapat dilihat oleh setiap pasang mata dunia, metode Ikrom oleh Rohingya, dan Jihad oleh Palestina. Namun, ibarat pepatah, “mujur tak bisa diraih malang tak bisa ditolak,” perilaku permusuhan masing-masing terhadap Rohingya dan Palestina oleh musuh masing-masing menjadi ketetapan yang harus diterima dan dibayar oleh masing-masing pihak.
Sikap Adopsi dalam Perpolitikan Indonesia
Menjadi suatu identik, politik, secara spesifik praktis, dengan pemikiran yang mensyaratkan kemampuan dan kecermatan dalam bersikap (“polite”) menjadi ciri masyarakat beradab. Maka kesiapan akan kondisi perang pada satu sisi, perlu ditopang dengan kelihaian dalam berdiplomasi. Indonesia sudah semestinya dalam kondisi berupa dinamika tersebut. Maka kesadaran akan Jihad dan Ikrom perlu ditumbuhkan dan terhadap istilah tersebut tidak untuk alergi.
Mengapa, kenyataannya metode ini diadopsi dalam perpolitikan yang kental dengan nuansa kepentingan khususnya yang terjadi saat ini. Pemimpin-pemimpin yang dipilihkan melalui berbagai mandat, seperti presiden, pejabat berbagai tingkatan sampai tingkat masyarakat awam justru menghadirkan suasana rawan atau kondisi “tepi jurang.” Contoh mayoritas suatu kementerian dipimpin oleh menteri Non-Islam sudah menjadi lumrah di negeri ini. Orang terkaya dan berprestasi disandang dan disabet oleh mereka yang secara istilah Habib Ja’far adalah minoritas dengan mengabaikan bagaimana mayoritas itu sendiri.
Begitu sebaliknya, mereka yang terpilih bukan hanya tidak sungkan, namun dengan bangganya semaksimal mungkin menampilkan usaha terbaik mereka. Maka akibat yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan perubahan sikap ke arah konstruktif masyarakat dan tentunya positif dengan tidak menjadi atau memilih sikap-sikap destruktif.
Rasionalitas yang realistis
Pengangguran, pemerataan pembangunan, sampai pada kebutuhan akan hadirnya peran pemerintah dalam kehidupan masyarakat adalah hal yang sebenarnya menjadi kebutuhan masyarakat mayoritas yang sesungguhnya, muslim dan pribumi. Kondisi ini dapat memicu suatu puncak pemahaman tentang seni kesabaran dan kesadaran akan rasa syukur yang tidak terkira pada satu sisi. Pengetahuan atau ilmu tentang kebijaksanaan adalah sisi lain yang tidak kalah dibutuhkan untuk mengakomodir segalanya.
Pengangguran, pemerataan pembangunan, sampai pada kebutuhan akan hadirnya peran pemerintah dalam kehidupan masyarakat bukan hanya suatu suatu drama yang dibuat-buat. Kondisi mental dan fisik secara kesatuan dalam kepribadian setiap orang menjadi harga yang menjadi bayarannya. Bagaimanapun suatu permukaan atau ketampakan dunia, indah atau sebaliknya perlu disadari bersama terdapat kenyataan yang sesungguhnya terjadi di dalam/bawahnya.
Selain angan-angan tentang kebersatuan dalam bingkai NKRI yang beragam dan berseragam yang diakui berusaha dibangun dengan menghadirkan peran setiap pihak Baik etnis maupun agama, perlu disadari kondisi lain agar dapat diolah, dipilah dan difokuskan ke arah positif, produktif dan kreatif. Di antaranya dengan menyadari konsep dalam metode Jihad dan Ikrom atau Jihad versus Ikrom ini terutama oleh para pemimpin negara dan bangsa yang begitu besar ini, agak berat memang!
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)