Lombok Tengah, 86News.co – Di balik kemegahan dan suksesnya penyelenggaraan event dunia seperti MotoGP 2023 di Pertamina Mandalika Internasional Street Sirkuit, terdapat kisah panjang yang melibatkan berbagai pihak, salah satunya adalah sosok Umar. Pria yang dikenal sebagai “Sultan di Sirkuit Mandalika” ini memiliki peran penting dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, yang memiliki luas sekitar 1.200 hektare, jauh lebih besar dibandingkan kawasan Nusa Dua yang hanya sekitar 300 hektare.
Umar lahir di Dusun Rangkap I, Desa Kute, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, pada 1 Juli 1972. Ia memiliki lahan seluas 50 hektare yang digunakan untuk pembangunan Sirkuit Mandalika, serta ratusan hektare lainnya di sekitar kawasan tersebut, termasuk tanah di mana hotel Pullman dan SPBU Mandalika saat ini berdiri.
Peran besar Umar juga terlihat ketika ia mendukung penuh program pemerintah terkait pengembangan KEK Mandalika. Umar memberikan beberapa lahan miliknya untuk digunakan dalam kawasan KEK, meskipun hal ini tidaklah mudah. Banyak pemilik lahan lain yang awalnya enggan melepas tanah mereka kecuali dengan harga tinggi sebesar Rp 50.000.000 per are.
Namun, dengan adanya pendekatan dari pemerintah pusat kepada Umar, ia berhasil mempengaruhi pemilik lahan lainnya untuk menerima harga yang ditawarkan pemerintah, yakni Rp 4.500.000 per are. Keputusan ini membuat Umar dimusuhi oleh masyarakat setempat, bahkan hingga diintimidasi.
Meskipun Umar berjuang untuk membantu menyelesaikan masalah lahan, ia sendiri menghadapi risiko besar. Sampai saat ini, sebagian lahannya belum dibayarkan dan bahkan diambil secara paksa dengan tuduhan pemalsuan sertifikat. Namun, hasil gelar perkara oleh Polda NTB menunjukkan bahwa Umar tidak terbukti melakukan pemalsuan seperti yang diadukan.
Umar mengungkapkan kisahnya kepada Kuasa Hukumnya, Dedy Afriandi Nusbar, S.H., serta Tokoh Masyarakat Hamjad Nahwie, dan Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara, pada Minggu, 25 Agustus 2024, di kediamannya. Ia juga menambahkan bahwa selama pembangunan Sirkuit Mandalika, ia bekerja sama dengan pihak keamanan untuk memastikan masyarakat tetap kondusif, meskipun sempat terjadi aksi protes.
Kini, di tengah sorotan dunia terhadap Sirkuit Mandalika, peran Umar sebagai “Sultan” yang berjasa dalam pembangunan kawasan ini tak bisa diabaikan.
Selain itu, Umar juga memainkan peran penting dalam menjaga kondusivitas masyarakat selama pembangunan Sirkuit Mandalika berlangsung. Ia berkoordinasi dengan aparat keamanan, termasuk anggota Polda NTB, Joko Tamtomo, dan Awan Haryono dan Haji Bangun sebagai yang berperan di lapangan selama aksi berlangsung, untuk meredam aksi-aksi protes masyarakat sehingga proses pembangunan bisa berjalan lancar hingga selesai.
Kini, Sirkuit Mandalika berdiri megah dan menjadi pusat perhatian dunia. Namun, di balik semua itu, ada sosok Umar yang telah memberikan kontribusi besar, meski harus menghadapi berbagai tantangan dan risiko. Perjuangannya patut diapresiasi sebagai bagian dari sejarah panjang pembangunan Mandalika yang sukses mengangkat nama NTB di kancah internasional.
(Tim Istana Negara/Vio Sari)