ACEH SELATAN, 86News.co – Kabupaten Aceh Selatan saat ini kembali disorot terkait carut-marutnya pengelolaan keuangan daerah bahkan dinilai terparah sepanjang sejarah sejak berdirinya kabupaten Aceh Selatan setelah republik Indonesia merdeka.
Hal itu disampaikan, Pemuda Peduli Aceh Selatan, Khairul Ahmadi, akrab sapaan Iyon GBRS Kamis (02/01/2025) kepada awak media.
Ia mengatakan bahwa Aceh Selatan tidak baik-baik saja bahkan diduga Pj Bupati Aceh Selatan untuk mengejar komitmen fee Proyek, menambah paket gelap. Akibatnya proyek selesai dikerjakan tagihan SPM rekanan tidak terbayarkan.
“Tidak dapat di pungkiri setelah selesai pemilihan umum semua anggaran negara dan daerah secara nasional tersedot untuk biaya pesta demokrasi rakyat untuk pemilu dan pilkada, perbedaannya dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut berbeda-beda versinya, mirisnya pengelolaan keuangan daerah Aceh Selatan sangat sembraut tidak profesional dan proporsional,”kata Khairul.
Ditambahnya, di daerah lain juga tidak terlepas dari beban utang tetapi pengelolaan keuangan daerahnya sangat transparan dan akuntabel, valid dan akurat, sementara pengelolaan keuangan daerah kabupaten Aceh Selatan beselemak kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Pengelolaan keuangan tergambarkan beselemak KKN yang lebih spesifik yakni Kolusi tercermin dari dugaan adanya kerja sama terselubung para pihak yang sepertinya mencari ke untungan pribadi dengan memakai jurus aji mumpung, “mumpung masih ada kesempatan” terutama di prakarsai oleh orang kepercayaan PJ bupati yang non ASN mondar mandir mengkondisikan paket proyek dan turut serta mengatur-ngatur secara teknis kegiatan yang ada di setiap SKPK
Korupsi di duga ada penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh PJ bupati dengan penambahan jumlah belanja yang tidak di konsultasikan atau tampa sepengetahuan DPRK (hal ini di sampaikan oleh, Firauza Heldin ketua komisi I DPRK Aceh Selatan dari Partai Demokrat)
Nepotisme dimaksud adalah kuat dugaan dalam pencairan tagihan para rekanan SPM di BPKD yang di dahulukan adalah orang dalam (Orda) sementara orang jauh (Orja) hanya bisa mengurut dada dan mengeluh di dalam hati karena rekanan Orja ini hanya bisa bolak-balik ke BPKD di bola-bola menagih uang pekerjaan mereka yang telah selesai 100% mereka kerjakan, yang sangat memprihatinkan lagi para rekanan ini begitu pulang kerumah mereka dengan tangan hampa para rekanan ini di tunggu oleh para buruh pekerja mereka dengan caci maki karena upah mereka belum terbayarkan malahan diantara rekanan dengan marah mengatakan pada awak media sepertinya negara ini sudah tidak punya hukum lagi, sambungnya rasanya maulah dia melakukan hukum rimba
Menariknya, hal itu disampaikan salah satu Kadis yang tidak mau disebut nama sambari menikmati segelas kopi sambil membahas kondisi keuangan daerah Aceh Selatan dengan nada kesal karena GU dinasnya tidak kunjung terbayarkan oleh bendahara daerah.
“Proyek jemputan dari dinas mereka turun dari pusat mereka dapatkan bukan sekedar pakai otak tapi itu semua mereka dapatkan pakai biaya (uang) tapi setelah proyek turun di rampok oleh pejabat diatasnya,”kata beliau dengan sinis (ZF)